Empat Pendekatan Pendidikan Multikultural Terbukti

Pendekatan Pendidikan Multikultural Menurut James A. Banks 


Menurut Banks pelaksanaan pendidikan multikultural harus dipandang sebagai suatu proses yang berkelanjutan, bukan sebagai suatu yang kita lakukan sekarang, dengan demikian proses berkelanjutan merupakan pemecahan masalah yang merupakan target dari reformasi pendidikan multikultural.

Pendekatan Banks yang telah  dikutip oleh Suryana dan Rusdiana, menggunakan bentuk pengembangan dan pendekatan pendidikan multikultural, dalam proses pembelajaran di sekolah yang jika dicermati relevan untuk diimplementasikan di Indonesia.
a.       Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach)

Pendekatan ini yang paling sering dilakukan dan paling luas digunakan dalam fase pertama dari gerakan kebangkitan etnis. Ciri dari pendekatan ini adalah dengan memasukan pahlawan/pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. Hal ini lah yang selama ini telah dilakukan di Indonesia.

Pendekatan ini mengajak peserta didik untuk mengenal latar belakang pahlawan-pahlawan yang pernah berjuang di Indonesia, memperkenalkan beragam dalam bentuk rumah-rumah adat dari etnis yang berbeda dan menunjukan tempat dan cara beribadah yang berbeda. Memperkenalkan bahasa dari suku yang berbeda, dan memperkenalkan budaya-budaya yang berada di Indonesia.

b.      Pendekatan Aditif (Aditif Approach)

Pada tahap ini dalakukan penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan buku, modul, atau bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa mengubah secara substansif. Pendekatan aditif merupakan fase awal dalam melaksanakan pendidikan multikultural karena belum menyentuh kurikulum utama.

Dalam pendekatan ini peserta didik diminta untuk berteman atau bersahabat dengan berbagai  suku dan latar belakang yang berbeda sebanyak-banyaknya. Supaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang keragaman budaya, kehidupan, persahabatan, dan pengetahuan. Peserta didik akan bertumbuh secara inklusif, mudah menerima perbedaan, toleran, dan menghargai orang lain.

c.       Pendekatan Transformasi (The Transformation Approach)

    Pendekatan transformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan kontribusi dan aditif. Pendekatan trasformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi dasar siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Perspektif berpusat pada aliran utama yang mungkin dipaparkan dalam materi pelajaran. Siswa boleh melihat dari perspektif lain. Banks menyebut ini sebagai proses multiple acculturation, sehingga rasa saling menghargai, kebersamaan, dan cinta sesama dapat dirasakan melalui pengalaman belajar.

Dalam pendekatan transformasi ini peserta didik harus mampu memiliki sudut pandang, untuk melihat konsep, isu tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Dalam diri mereka telah tertanam nilai-nilai budayanya. Jadi mereka dapat berkompetisi, beradu argumentasi, dan mulai berani melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda.

d.      Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach)

Pendekatan aksi sosial mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi, tetapi menambah komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari dari unit.

Dalam tahap aksi sosial,  siswa telah diminta untuk menerapkan langsung tentang konsep, isu, atau masalah yang diberikan kepada mereka. Karena tujuan dari pembelajaran ini dalah mendidik siswa mampu melakukan kritik sosial, mengambil keputusan, dan melaksanakan rencana alternatif yang lebih baik. Artinya, siswa tahu tentang permasalahan yang terjadi, menganalisis kelemahan dan kekuatan yang ada, serta mampu memberikan alternatif pemecahan dengan melakukan solusi pemecahannya (Suryana dan Rusdiana, 2015: 211-217).


Banks telah menggunakan empat pendekatan ini, dalam proses pembelajaran pendidikan multikultural. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah menyiapkan siswa/peserta didik untuk memiliki pengetahuan, nilai, keterampilan bertindak, dan peran aktif dalam perubahan sosial, baik dalam sekala regional, nasional, maupun global. Dalam pendekatan ini fasilitator/guru berperan sebagai agent of sosial chenge (perubahan sosial) yang meningkatkan nilai-nilai demokratis, humanis, dan kekuatan siswa. 

0 comments