Refleksi Pendidikan Agama Kristen dalam kajian Pendidikan Multikultural

Kesimpulan, Refleksi Teologis dan Saran


5.1              Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di SMK Tarunatama Getasan Salatiga ditinjau dari pendidikan multikultural. Sudah terlaksana, serta peserta didik dan fasilitator/pendidik juga bisa mengikuti dan melaksanakan dengan baik. Dalam proses kegiatan belajar mengajar PAK di sekolah, serta dengan kegiatan belajar yang lainnya. Meskipun sekolah berbasis Yayasan Kristen, namun dalam tindakan dan perlakuannya begitu terbuka dan toleran terhadap peserta didik dan fasilitator/pendidik, bahkan sampai kepada masyarakat  sekitarnya. 
              Dengan melihat berbagai pendekatan dan pengertian pendidikan multikultural, disimpulkan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah proses pengembangan yang tidak mengenal sekat-sekat dalam interaksi manusia. Sebagai wahana pengembangan potensi, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai heterogenitas dan pluralitas, pendidikan yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan, etnis, suku, dan agama.
                         Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh peserta didik tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial dan agama. Seperti yang dikatakan oleh James Banks, bahwa semua peserta didik, terlepas dari kelompok mana mereka berasal, seperti yang berkaitan dengan gender, etnis, ras, budaya, kelas sosial, agama atau perkecualiannya harus mengalami kesederajatan pendidikan.
                  Menurut penulis berdasarkan teori Banks dalam pendidikan multikultural di Sekolah SMK Tarunatama, pada pendekatan kontribusi dan aditif. Pendekatan kontribusi ialah, terdiri dari pengenalan pahlawan, komponen budaya, hari libur dan elemen lain yang berhubungan dengan kelompok etnis ditambahkan pada kurikulum tanpa mengubah strukturnya. Pendekatan aditif ialah, terdiri dari penambahan materi, konsep, tema, dan perspektif ke dalam kurikulum, dengan strukturnya yang tetap tidak berubah. Pada pencapaian pendekatan level ke 2 ini merupakan pendekatan yang mendasar dalam pendidikan multikultural. Karena peserta didik hanya diajak untuk mengenal dan memahami keragaman budaya dalam setiap masing-masing kelompok. Belum sampai kepada penambahan isu-isu dan tema ke dalam kurikulum, dan juga belum sampai melakukan aksi sosial. Manfaat dari teori Banks dalam pencapaian pendekatan level ke 2 ini, untuk membantu peserta didik agar cakap berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat secara kreatif, inovatif dan imaginatif. Juga untuk membantu peserta didik memiliki sikap dan prilaku positif, arif dan kritis dalam menghadapi keberagaman budaya, suku, ras, agama, dan juga kategori yang direkontruksi secara sosial, seperti gender, dan kelas sosial. 
         Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah SMK Tarunatama menerapkan nilai-nilai Kristiani yang secara universal atau setiap peserta didik mampu menerimanya. Dalam proses pelaksanaan belajar mengajar, nilai-nilai tersebut muncul dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen maupun mata pelajaran lainnya. Sehingga nilai-nilai tersebut dijadikan alat ukur untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam proses tindakan dan prilaku yang dilakukan di Sekolah maupun di luar Sekolah.
               Pendidikan Agama Kristen sebagai salah satu mata pelajaran wajib dalam kurikulum nasional, yang dilaksanakan di sekolah-sekolah merupakan salah satu sarana untuk mendidik anak agar dapat meneladani  Yesus Kristus dalam sikap hidupnya. Diharapkan peserta didik dapat lebih mengasihi Allah serta dapat menunjukan kasih itu kepada sesama dan ciptaan-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen yang efektif dan efisien, maka proses pendidikan akan tetap pada sasaran. Pendidikan Agama Kristen yang dilaksanakan di sekolah diharapkan bukan sekedar hanya penambahan informasi dan pengetahuan tetapi termasuk juga penanaman nilai-nilai kekristenan, dalam rangka pembentukan kepribadian. Dengan demikian Pendidikan Agama Kristen Multikultural akan membentuk iman pribadi peserta didik, dan sekaligus membantu untuk berpikir kritis, reflektif, dan kreatif atas kenyataan hidup pserta didik yang bersifat majemuk dan pluralis.

5.2              Refleksi Teologis

            Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap suku, agama, ras dan kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu perbedaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Seperti yang tertulis di dalam Alkitab:
          Mazmur 133:1 “Sungguh alangkah baiknya sungguh alangkah indahnya apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun.”
         Hidup yang damai, rukun dan harmonis merupakan impian setiap orang. Dengan damai dan rukun, orang dapat berpikir cerdas, bekerja dengan nyaman dan berkontenplasi dengan tenang. Dalam konteks pendidikan multikultural, tempat  semua orang saling membutuhkan penghargaan dan perlakuan manusiawi, hidup rukun, hidup dalam kesetaraan dan damai, menjadi sebuah kebutuhan primer dan bukan hanya sebuah ikatan formal yang tidak disertai dengan upaya membangun toleransi dan sikap saling menghargai. Upaya hidup rukun, setara dan damai adalah tanggung jawab dan panggilan semua pihak untuk membuka diri terhadap validitas keyakinan iman sesama dan terhadap nilai humanis terhadap kebudayaan orang lain.
             Seperti yang dikatakan Yesus Kristus, waktu khotbah di bukit yang dicatat Injil Matius “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9). Yesus menjelaskan kepada murid-murid-Nya dan para pendengar-Nya, supaya menghadirkan damai agar dunia ini sejahtera. Hal ini adalah tugas bersama semua penghuni bumi ini, siapa pun dia, apa pun agamanya, dan dari mana latar belakang bangsanya. Setiap orang tentu mendambakan dan mengidealkan kehidupan damai dan sejahtera seperti yang dikatakan oleh Yesus Kristus. Manusialah yang mempunyai andil besar terhdap tugas dan panggilan untuk mewujudkannya.
            Maka ketika kita membawa damai kepada sesamanya manusia, kita akan mendapatkan ganjaran yang sungguh mulia dimata Tuhan. Manusia yang membawa damai kepada sesamanya manusia dan mengasihi Tuhannya adalah manusia yang siap mewujudnyatakan kasih kepada Tuhanya, itu melalui tindakan nyata kepada sesamanya manusia dan kepada lingkungan tempat kita hidup.

5.3              Saran

                 Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, penulis mempunyai saran, kiranya dapat menjadi masukan, adapun saran sebagai berikut:
1.      Sekolah untuk terus mengembangkan pembelajaran berbasis multikultural melalui pengembangan peserta didik di sekolah.
2.      Adanya pengembangan kurikulum sekolah secara khusus yang bernamakan dan bermodelkan kurikulum berbasis multikultural.
3.      Guru diharapkan lebih kreatif dalam menerapkan model pembelajaran yang bernuansakan multikultural atau cara hidup bersama.
4.      Guru untuk lebih memotivasi peserta didik dalam meningkatkan sikap nasionalisme peserta didik.
5.      Sekolah diharapkan untuk lebih berani lagi membangun relasi terhadap guru dan peserta didik dalam kerja sama untuk mewujudkan multikultural di Sekolah.
6.   Sekolah lebih lagi untuk membuka diri terhadap peserta didik yang berbeda agama. Memberikan kesempatan  kepada peserta belajar pendidikan religiositas.

0 comments