Dedominasi Gereja di Indonesia yang Majemuk

Multi Agama


Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural. Keberagamannya di dalam satu kebangsaan dan persatuan Indonesia. Banyaknya keragaman ini tidak bisa kita hindari dari realitas kehidupan bersama. Kemajemukan budaya, bahasa, suku, dan agama seperti itu kadang terlihat sebagai sumber kesejahteraan dan kebanggaan. 



Dari masyarakat multikultural ini juga tidak akan ketinggalan yang namanya “plural” atau “pluralisme”. Dalam konteks ini sudah tidak asing lagi dengan istilah “pluralisme”. Perbedaan beragama yang memberikan identitas unik di Indonesia. Indonesia mempunyai populasi Muslim paling banyak, sehingga agama Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan lainnya, menjadi agama minorotas (Antone, 2010:2-3).


Menurut David Tracy, kepelbagaian agama tidak harus berarti divergensi (perbedaan) keagamaan. Ia yakin, percakapan sejati dapat terjadi di antara berbagai perspektif keagamaan yang berbeda-beda, bahkan yang bertentangan sekalipun: komunitas religius bisa mengatasi berbagai perbedaan mereka. 

Tracy mempunyai tiga kriterium bagi kebenaran religius yang menurutnya bisa diterima oleh umat dari berbagai tradisi keagamaan yang berbeda sehingga bisa mencapai penilaian bersama, yaitu: 1) Kebenaran suatu agama memanifestasikan (mengungkapkan dirinya) kepada kita, dan ia membuat klaim pada kita, merangkul kita. 2) Determinasi “kriteria kognitif” yang memungkinkan kemasuk-akalan (reasonability). Jadi kebenaran religius yang dikenal melalui hati harus diwujudkan ke dalam percakapan yang produktif dengan kebenaran intelektual yang dikenal melalui akal sehat, penalaran yang baik, dan pemahaman ilmiah tentang dunia. 3) Harus ada “kriteria etis-politis” mengenai konsekuensi pribadi maupun sosial dari keyakinan kita. 

Ketiga kriteria Tracy ini harus diramu bersama menjadi dialog antar agama; dan ketiga-tiganya harus memberikan kontribusi dalam proses penilaian bersama tentang kebenaran. Sehingga menumbuhkan sikap terbuka, toleran, saling menghargai, saling menghormati, dan saling memahami kehidupan, satu sama lain (Kurniawati, 2014:26-27).

0 comments